.

Minggu, 28 Maret 2010

Menjelajah Alam Mistisme Tengger

Ramalan Bintang Mistik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hal-hal gaib yang tidak terjangkau oleh akal manusia, tetapi ada dan nyata. Para antropolog atau sosiolog mengartikan mistik sebagai subsistem yang ada pada hampir semua sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia dalam mengalami dan merasakan “bersatu” dengan Tuhan. Mistik merupakan keyakinan yang hidup dalam alam pikiran kolektif masyarakat. Alam pikiran kolektif akan abadi meskipun masyarakat telah berganti generasi. Demikian pula dengan dunia mistik orang Jawa. Keyakinan ini telah hidup bersamaan dengan masyarakat Jawa. Keyakinan ini telah hidup bersamaan dengan lahirnya masyarakat Jawa, diturunkan dari generasi ke generasi hingga kini.

Sebagaimana judulnya, “Mistisme Tengger”yang disusunoleh Capt. R.P. Suyono ini berusaha merekam kepercayaan orang-orang Tengger dikawasan Gunung Bromo mengenai mikrokosmos dan makrokosmos, hubungannya dengan kekuasaan para dewa dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia di alam dunia dan swarga. Dari pembahasan asal muasal inilah lahir berbagai kepercayaan dan keyakinan khas Tengger (Jawa) yang disebut ngelmu-ngelmu dan ramalan hidup yang hingga saat ini masih diyakini dan dijalankan oleh mereka.

Buku “Mistisme Tengger” merupakan buku ketiga dari Seri Dunia Mistik Orang Jawa yang disusun oleh Penulis, setelah sebelumnya terbit Dunia Mistik Orang Jawa; Roh, Benda dan Ritual sertaAjaran Rahasia Orang Jawa dengan penerbit yang sama. Sebagaima diakui penulis dalam kata pengantar buku ini, tiga rangkaian penerbitan buku tersebut dilatarbelakangi oleh proses panjang penelaahan naskah-naskah kuno peninggalan Belanda sebelum Perang Dunia II. Salah satunya terhadap De
Javaanxche Geestenwereld, karya seorang javanologi berkebangsaan Belanda bernama Van Hien. Dalam perantauannya sekitar permulaan tahun 1900-an di pedalaman pulau Jawa, Van Hien berhasil mengumpulkan catatan mengenai kebiasaan, mistik dan kebudayaan orang-orang Jawa waktu itu. Hasil catatannya itulah – yang tentu saja berbahasa Belanda–yang masing-masing sekitar 400 halaman, dengan susah payah dialihbahasakan oleh Suyono ke dalam bahasa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar